Google

Tuesday, September 11, 2007

Apa Kabar Jasa Terjemahan?

Apa Kabar Jasa Terjemahan?

BILA Anda melewati Jalan Dipatiukur dan belok ke Jalan Singaperbangsa, pasti bisa melihat papan-papan nama betuliskan: "Menerima Pengetikan, Terjemahan, Untuk Skripsi dan Makalah". Itulah kios-kios bercat biru di sekitar kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) atau tepatnya di sekitar Perpustakaan Unpad.

Beberapa di antara pengusaha jasa ini banyak yang gulung tikar dan pindah ke usaha yang lain karena mungkin terdesak oleh pesatnya teknologi. Namun sebagian masih bertahan. Di antaranya Yono (35), yang masih setia menunggu orderan di kiosnya.

"Kirain mau order," ujarnya sedikit kecewa tatkala penulis menghampirinya. Namun begitu, pemilik kios "Memories" ini tak keberatan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan penulis.

Yono mulai membuka usaha terjemahan sejak sepuluh tahun lalu, saat usaha ini mulai berkembang. Banyak mahasiswa yang meminta terjemahan baik itu dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris maupun sebaliknya. Bahkan ada beberapa pengusaha menerima terjemahan dalam bahasa lain seperti bahasa Belanda.

Pada masa itu penggunaan komputer di Indonesia masih sangat jarang, hasil terjemahan ditik memakai mesin tik. Biasanya untuk keperluan skripsi, pembuatan makalah dan tugas-tugas praktikum. Saat itulah masa jayanya para pelaku bisnis di sana.

Kini keberadaan para pengusaha tersebut pelan-pelan mulai dilupakan orang. Maraknya penggunaan komputer di Indonesia sejak tahun ’90-an, ternyata berdampak besar bagi usaha Yono dan teman-teman seprofesinya. "Banyaknya rental komputer membuat usaha pengetikan nyaris mati," keluh pria asal Jawa ini.

Yono memaparkan permintaan menggunakan mesin tik masih ada, tapi jumlahnya sangat sedikit. Walaupun hampir tidak ada mahasiswa yang meminta jasa pengetikan, masih banyak dari mereka yang membutuhkan jasa terjemahan.

Menerjemahkan berarti juga mengetik. Beberapa pengusaha ada yang telah memasang komputer di kiosnya. Namun mereka yang tidak memasang komputer pun menerima masih terjemahan menggunakan komputer. Mereka bekerja sama dengan pemilik rental komputer. Alasannya, agar praktis. Itulah pengakuan sebagian pengusaha tidak memasang komputer di kiosnya.

Agaknya kekurangan modallah yang membuat Yono masih bertahan menggeluti pekerjaan ini. "Inginnya sih usaha di bidang percetakan kalau ada investor," jelasnya setengah berharap.

Lain halnya dengan Chandra (50). Ayah tiga anak ini masih bertahan karena harus membiayai anak pertamanya yang kuliah di perguruan tinggi ternama di Bandung . "Bagaimanapun juga anak saya harus selesai kuliah. Daripada melamun di rumah, lebih baik menunggu di sini, ketemu teman-teman," tuturnya.

Ditanya mengenai usaha sampingan, Chandra mengiyakan, namun ia enggan menceritakannya lebih lanjut. Pria yang sejak 1985 membuka kios ini ternyata memiliki lebih dari satu kios. Ia menyewakan kios yang letaknya berdekatan dengan kios utamanya kepada orang lain.

Ia memaparkan saat ini kurang lebih ada 25 kios yang masih bertahan sepanjang Jalan Dipatiukur hingga Jln. Singaperbangsa. Selain menerima jasa pengetikan dan terjemahan, mereka juga menerima servis mesin ketik.

Penghasilan usaha jasa ini tidak menentu. Itulah yang dirasakan Yono dan Chandra. "Rata-rata bersihnya 600 ribu sebulan. Paling banyak dihabiskan untuk konsumsi, rokok dan kopi," jelas Yono. "Kalau lagi sepi, paling cuma setengahnya," tambahnya.

Untuk selembar terjemahan dari bahasa Inggris ke Indonesia dan ditik dua spasi, Chandra memasang tarif Rp 5 ribu. Sedangkan menerjemahkan dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, ia menghargakan Rp 10 ribu. "Biasanya lebih susah kalau dari Indonesia ke Inggris," jelasnya.

Menyinggung penggunaan teknologi bernama Translate Tool, ia menepisnya, "Nggak akurat. Kami tidak memakainya, manual saja".

Chandra mengakui dirinya bekerja sama dengan penerjemah dan mengetiknya di rental komputer terdekat. Menurut Chandra, justru mahasiswa S-2 dan S-3 lah yang kerap membutuhkan jasa mereka. Bukan karena tidak bisa menerjemahkan sendiri, melainkan karena waktunya yang tidak memungkinkan.

"Kan ada yang sambil kerja atau sambil mengurus rumah tangga. Sedangkan tugas-tugas harus selesai tepat pada waktunya", papar pria berdarah Sumatra ini.

Entah sampai berapa lama usaha ini bertahan. Namun orang-orang seperti Yono dan Chandra tetap harus melanjutkan hidup betapa pun sepinya peminat usaha jasa mereka.

Tapi, jangan takut. Rezeki itu telah diatur Allah SWT. Dan, yang pasti masih ada orang yang tetap suka dengan mesin tik meski komputer sudah demikian memasyarakat. Begitu juga banyak orang sibuk, meski mereka pandai dalam menerjemahkan bahasa. (Rima/job)***

No comments:

Loading...